Perhutanan Sosial

By

Membangun Indonesia dari pinggiran, didefinisikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), salah satunya melalui program Perhutanan Sosial, sebuah program nasional yang bertujuan untuk melakukan pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan ekonomi melalui tiga pilar, yaitu: lahan, kesempatan usaha dan sumberdaya manusia. Perhutanan Sosial juga menjadi benda legal untuk masyarakat disekitar kawasan hutan untuk mengelola kawasan hutan negara seluas 12,7 juta hektar.

Akses legal pengelolaan kawasan hutan ini, dibuat dalam lima skema pengelolaan, yaitu Skema Hutan Desa (HD) hutan negara yang hak pengelolaannya diberikan kepada lembaga desa untuk kesejahteraan desa. Hutan Kemasyarakatan (HKm), yaitu hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat. Hutan Tanaman Rakyat (HTR/IPHPS), adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalm rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. Hutan Adat (HA), dimana hutan ini adalah hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hutan adat. Skema terakhir adalah Kemitraan Kehutanan, dimana adanya kerjasama antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang Izin Usaha Pemanfaatan hutan, jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan atau pemegang izin usaha industri primer hasil hutan.

Pelaku Perhutanan Sosial adalah kesatuan masyarakat secara sosial yang terdiri dari warga Negara Republik Indonesia, yang tinggal di kawasan hutan, atau di dalam kawasan hutan negara, yang keabsahannya dibuktikan lewat Kartu Tanda Penduduk, dan memiliki komunitas sosial berupa riwayat penggarapan kawasan hutan dan tergantung pada hutan, dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.

Perhutanan Sosial mulai di dengungkan sejak tahun 1999, keadaan Indonesia yang masih gamang pasca reformasi, menjadikan agenda besar ini kurang diperhatikan. Pada tahun 2007 program Perhutanan Sosial ini mulai dilaksanakan, namun selama lebih kurang tujuh tahun hingga tahun 2014, program ini berjalan tersendat. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat selama periode 2007-2014, hutan yang terjangkau akses kelola masyarakat hanya seluas 449.104,23 Ha. Untuk itu setelah periode tersebut dilakukan percepatan-percepatan, dan selama kurang lebih tiga tahun masa Kabinet Kerja, telah tercatat seluas 604.373,26 Ha kawasan hutan, legal membuka akses untuk dikelola oleh masyarakat.

Dalam pelaksanaannya hingga saat ini, sejumlah 239.341 Kepala Keluarga (KK), telah memiliki akses legal untuk mengelola kawasan hutan nusantara, dan sejauh ini sosialisasi dan fasilitasi juga telah dilakukan kepada 2.460 kelompok, dimana fasilitasi yang diberikan adalah dalam bidang Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memiliki target untuk membentuk dan memfasilitasi lebih kurang 5000 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial di Indonesia hingga tahun 2019.

Dari total 81 wilayah administrasi desa, 10 kelurahan dan 71 desa, sebagian besar administrasi desa bersinggungan langsung dengan kawasan hutan, saat ini total ijin PS di Kabupaten Bulungan 12 ijin tersebar di 6 kecamatan. Yaitu : Kecamatan Tanjung Palas Timur 4 ijin PS, Kecamatan Tanjung Palas Tengah 1 ijin PS, Kecamatan Tanjung Palas 1 ijin PS, Kecamatan Tanjung Palas Barat 1 ijin PS, Kecamatan Peso 4 ijin PS dan Kecamatan Sekatak 1 ijin PS. Dari semua kecamatan hanya kecamatan Peso yang belum ada ijin PS, melalui Kerjasama antara PLHL dan YKAN bermitra dengan KPH Bulungan mencoba menginisiasi serta menjangkau perhutanan social sampai di hulu sungai kayan.

KPHP Bulungan mengelola 2 unit, yaitu unit IX Kayan seluas ± 474,675, 19 Ha dan Unit XIII seluas ± 212,776,87 Ha, Total Luas ± 687, 451,19 Ha.

Kecamatan Peso terdiri dari 10 Desa, 10 desa tersebut belum tersentuh program Perhutanan Sosial. Desa desa tersebut sebagian berada di tepian sungai kayan sampai ke hulu diantaranya : Desa Lepak Aru, Long Lasan, Long Bia, Long Peso, Muara Pangian, Long Lejuh dan desa paling ujung adalah Desa Long Pelban berbatasan langsung dengan Kab Malinau dan Kab. Berau (Segah). Sedangkan dari muara sungai Pangian terdiri dari : Desa Long Lian, Long Buang dan Long Yiin, desa terakhir ini berbatasan langsung dengan hulu Segah Kab. Berau.

Desa dampingan yang menjadi prioritas PLHL dalam menjangkau perhutanan social di Kabupaten Bulungan adalah desa yang mempunyai potensi baik dari wilayah administrasi yang beririsan dengan Kawasan hutan maupun social masyarakatnya dan dukungan pemerintah desa setempat serta belum mendapat akses atau peluang program perhutanan social, maka pilihan site proyek ada di dua (2) Kecamatan yaitu 1) Kecamatan Tanjung Palas Barat desanya adalah Desa long Sam dan Long Beluah, 2) Kecamatan Peso desanya adalah Long Peso, Long Lasan, Long Lejuh dan Long Peleban. Adapun kondisi social demografinya kami sajikan di table berikut ini :

Perhtanan social salah satu program prioritas pemerintah pusat melalui kementerian lingkungan hidup dan kehutanan dengan 5 skema yang bisa di akses oleh kelompok masyarakat, PS salah satu untuk mengurangi kesenjangan ata ketimpangan dalam pengelolaan hutan yang selama ini hanya bisa di akses oleh korporasi besar sehingga menimbulkan dampak atau konflik tenurial antara perusahaan dengan masyarakat sekitar hutan. Harapannya melalui perhutanan social konflik tenurial dan potensi hutan bisa dioptimalkan oleh masyarakat tanpa meursak lingkungan sehingga ada usaha masyarakat yang legal di dalam kawasan hutan.

Desa-desa yang telah di dampingi oleh PLHL dalam mengupayakan Perhutanan sosial hadir di desanya adapun desa desa tersebut adalah :

  1. Desa Sekatak Buji (Kec. Sekatak) Tahap Vertek
  2. Desa Long Beluah
  3. Desa Long Peso
  4. Desa Long Sam
  5. Desa Long Pelban
  6. Desa Long Bia
  7. Desa Long Buang
  8. Desa Long Lejuh
  9. Desa Lepak Aru

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *